FILSAFAT, ILMU, FILSAFAT ILMU

FILSAFAT, ILMU, FILSAFAT ILMU
Maret 23, 2021
Nama: poniseh
Nim:1920100094
Pengertian, Ciri dan Objek filsafat ilmu
      
     1 tahun yang lalu Ilmu sebagai objek  kajian filsafat Ilmu berasal dari bahasa arab : ‘alima ya’lamu yang berarti mengerti, memahami, benar benar. Ilmu menurut KBBI adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang digunakan untuk menjelaskan gejala tertentu dalam bidang pengetahuan itu.
    Ciri-ciri ilmu yaitu berobjek, bermetode, bersistem, Empiris-rasional yaitu dapat dijelaskan dan logis, mengejar objektifitas dan intersubjektivitas, serta dapat di verifikasi yaitu diakui oleh banyak orang.
Ilmu memiliki 2 macam objek yaitu objek material dan objek formal.
Objek material berarti sesuatu yang dijadikan sasaran dalam sebuah penelitian, sedangkan objek formal berarti metode atau pendekatan yang digunakan untuk memahami objek material.
Objek material dalam filsafat yaitu segala yang ada, baik yang tampak seperti dunia empiris maupun tidak tampak seperti metafisika.
Filsafat tidak hanya dipandang sebagai induk dan sumber ilmu, tetapi sudah merupakan bagian dari ilmu itu sendiri.
 
Pengertian, ciri dan objek berpikir Filsafat Ilmu.
1. Ciri-ciri filsafat yaitu
a. Berfikir filsafat secara dasar yakni, berpikir secara mendalam dari hal-hal kecil sampai yang tidak tampak. Orang tersebut mampu membongkar secara fundamental apa, mengapa, dan bagaimana penilaiannya, kriterianya sehingga dapat disebut benar.
b. Berpikir filsafat secara spekulatif yakni, berpikir secara umum dalam mencari kebenaran, mencari keraguan atas penemuan dan menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan.
 
2. Ciri berfikir kefilsafatan
a. Radikal, berpikir mendalam sampai batas akar persoalannya
b. Universal, yaitu muatan kebenarannya sampai pada tingkat umum universal, mengarah pada pandangan duniawi berupa pengalaman umum manusia, pada realitas kehidupan seperti realitas kehidupan kepada umat manusia secara keseluruhan.
Misalnya: Keadilan adalah keadaan seimbang antara hak dan kewajiban. Setiap orang selalu berusaha untuk mendapatkan keadilan. Walaupun ada perbedaan pandangan sebagai jawaban dari pertanyaan filsafat, tetapi jawaban yang diberikan berlaku umum, tidak terbatas ruang dan waktu.
c. Konseptual, merupakan proses pemecahan masalah melalui proses kognitif dan bersifat kreatif yakni mampu mengidentifikasi hubungan-hubungan antara objek-objek yang tidak berhubungan.
d. Koheren dan konsisten. Koheren artinya sesuai dengan kaidah berpikir logis, unsur-unsurnya tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan satu sama lainnya tapi tetap memuat uraian yang logis dan jelas. Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi
e. Sistematik, yaitu pendapatnya saling berhubungan secara teratur, berisi maksud dan tujuan tertentu, unsur unsur dalam pemikirannya ada keterkaitannya yang satu dengan lainnya teratur dengan keseluruhan sehingga dapat tersusun suatu pola pemikiran yang filosofis.
f. Komprehensif, yaitu melihat objek bukan dari satu sudut pandang yang tertentu saja tetapi mencakup atau menyeluruh dalam menjelaskan alam semesta secara keseluruhan
g. Bebas dari prasangka sosial, kultural, historis, sosial dan religius sampai batas-batas yang luas
h. Bertanggung jawab pada hasil pemikirannya.
 
 
3. Obyek filsafat ilmu
Objek material filsafat meliputi segala sesuatu yang ada, sedangkan Objek formal (sudut pandang pendekatan) filsafat adalah kebenaran yang sesungguhnya atau yang sejati, yang esensial, bukan yang bersifat kebetulan.
a. Antropologi (Menganalisi kebudayaan)
b. Sosiologi (dikaji dari sudut interaksi atau hubungannya dalam hidup bermasyarakat)
c. Psikologi (ditinjau dari sisi Kejiwaan)
 
Tujuan filsafat ilmu
           Tujuan filsafat ilmu yaitu memperoleh pengertian/makna dan menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dan sosial. Jadi, berfilsafat itu berfikir obyektif atas hal-hal yang obyektif bukan menghayal. Orang yang berfilsafat harus mampu menjelaskan hubungan antara sebab-akibat, bentuk-isi, dan gejala-hakikat serta mampu mengidentifikasi apa, mengapa dan bagaimana obyek tersebut dapat dikatakan benar. Ilmu pengetahuan lahir dari filsafat, oleh karena itu orang yang mempelajari ilmu harus mengerti filsafat agar mengerti betul ilmu pengetahuan yang dipelajarinya.
            Filsafat digunakan sebagai kaidah dalam berpikir, bersikap dan bertindak secara sadar agar lebih bijak dalam menghadapi persoalan dan peristiwa di alam maupun masyarakat sehingga tidak mudah terbawa arus dan menyebabkan keraguan pada permasalah yang di hadapi.
            Filsafat berarti pengetahuan yang terkait dengan kebijakan, menjadikan manusia untuk bersikap dan bertindak atas dasar pertimbangan kemanusiaan yang tinggi. Dalam arti informal yaitu sikap dan kepercayaan terhadap alam secara begitu saja, sedangkan arti formal yaitu kritik/pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap
Pendekatan sistematika filsafat yaitu :
1. Reflektif
2. Kritis
3. Mendasar
4. Menyeluruh
Yang akan menghasilkan filsafat ilmu terapan dan filsafat ilmu murni berupa gagasan baru tentang pengembangan pengetahuan dan metodologis.
  
 
 POSTS0
 
 
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pert mengenai hakikat ilmu.[1] Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri
Filsafat Ilmu dan Perkembangannya
Sebagaimana pendapat umum, bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang kebijaksanaan, prinsip-prinsip mencari kebenaran, atau berpikir rasional-logis, mendalam dan bebas (tidak terikat dengan tradisi, dogma agama) untuk memperoleh kebenaran. Kata ini berasal dari Yunani, Philos yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, demikian pula seni dan agama. Jadi dalam pengetahuan tercakup didalamnya ilmu, seni dan agama. Filsafat sebagaimana pengertiannya semula bi dikelompokkan ke dalam bagian pengetahuan tersebut, sebab pada permulaannya (baca: zaman Yunani Kuno) filsafat identik dengan pengetahuan (baik teoretik maupun praktik). Akan tetapi lama kelamaan ilmu-ilmu khusus menemukan kekhasannya sendiri untuk kemudian memisahkan diri dari filsafat. Gerak spesialisasi ilmu-ilmu itu semakin cepat pada zaman modern, pertama ilmu-ilmu eksakta, lalu diikuti oleh ilmu-ilmu sosial seperti: ekonomi, sosiologi, sejarah, psikologi dan seterusnya. (Lihat Franz Magnis Suseno, 1991:18 dan Van Peursen, 1989 : 1). Ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya, dan hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan dan mengendalikan gejala-gejala alam. Pengetahuan keilmuan merupakan sari penjelasan mengenai alam yang bersifat subjektif dan berusaha memberikan makna sepenuh-penuhnya mengenai objek yang diungkapkannya. Dan agama (sebagiannya) adalah sesuatu yang bersifat transendental di luar batas pengalaman manusia (lihat Cony et al. 1988 : 45). Secara garis besar, Jujun S. Suriasumanteri (dalam A.M. Saifuddin et.al, 1991 : 14) menggolongkan pengetahuan menjadi tiga kategori umum, yakni: (1) pengetahuan tentang yang baik dan yang buruk (yang disebut juga dengan etika/agama); (2) pengetahuan tentang indah dan yang jelek (yang disebut dengan estetika/seni) dan (3) pengetahuan tentang yang benar dan yang salah (yang disebut dengan logika/ilmu). Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tak lagi merupakan misteri. Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu. Dengan demikian ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping berbagai pengetahuan lainnya, seperti seni dan agama. Sebab secara ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian objek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki pula daerah jelajah yang bersifat transendental yang berada di luar pengalaman manusia itu (Jujun, 1990:104-105). Sedangkan sisi lain dari pengetahuan mencoba mendeskripsikan sebuah gejala dengan sepenuh-penuh maknanya, sementara ilmu mencoba mengembangkan sebuah model yang sederhana mengenai dunia empiris dengan mengabstraksikan realitas menjadi beberapa variabel yang terikat dalam sebuah hubungan yang bersifat rasional. Ilmu mencoba mencarikan penjelasan mengenai alam yang bersifat umum dan impersonal, sementara seni tetap bersifat individual dan personal, dengan memusatkan perhatiannya pada “pengalaman hidup perorangan” (Jujun, 1990: 106-107). Karena pengetahuan ilmiah merupakan a higher level of knowledge dalam perangkat-perangkat kita sehari-hari, maka filsafat ilmu tidak dapat dipishkan dari filsafat pengetahuan. Objek bagi kedua cabang ilmu itu sering-sering tumpang tindih (Koento Wibisono, 1988 : 7). Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut (Beerling, et al., 1988:1-4). Filsafat ilmu erat kaitannya dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi. Untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu tersebut, sangat bermanfaat menyimak empat titik pandang dalam filsafat ilmu, yaitu:
1. Bahwa filsafat ilmu adalah perumusan world-view yang konsisten dengan teori-teori ilmiah yang penting. Menurut pandangan ini, adalah merupakan tugas filosuf ilmu untuk mengelaborasi implikasi yang lebih luas dari ilmu;
2. 2. Bahwa filsafat ilmu adalah suatu eksposisi dari presupposition dan pre-disposition dari para ilmuwan.
3. 3. Bahwa filsafat ilmu adalah suatu disiplin ilmu yang didalamnya terdapat konsep-konsep dan teori-teori tentang ilmu yang dianalisis dan diklasifikasikan;
4. 4. Bahwa filsaft ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua. Filsafat ilmu menuntut jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
5. Karakteristik-karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dari tipe penyelidikan lain?
6. Kondisi yang bagaimana yang patut dituruti oleh para ilmuwan dalam penyelidikan alam?
7. Kondisi yang bagaimana yang harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah agar menjadi benar?
8. d. Status kognitif yang bagaimana dari prinsip-prinsip dan hukum-hukum ilmiah? (Cony, at.at., 1988 : 44).
          Pada masa renaissance dan aufklarung ilmu telah memperoleh kemandiriannya. Sejak itu pula manusia merasa bebas, tidak terikat dengan dogma agama, tradisi maupun sistem sosial. Pada masa ini perombakan secara fundamental di dalam sikap pandang tentang apa hakekat ilmu dan bagaimana cara perolehannya telah terjadi. Ilmu yang kini telah mengelaborasi ruang lingkupnya yang menyentuh sendi-sendi kehidupan umat manusia yang paling dasariah, baik individual maupun sosial memiliki dampak yang amat besar, setidaknya menurut Koento (1988: 5) ada tiga hal: pertama, ilmu yang satu sangat berkait dengan yang lain, sehingga sulit ditarik batas antara ilmu dasar dan ilmu terapan, antara teori dan praktik; kedua semakin kaburnya garis batas tadi sehingga timbul permasalahan sejauh mana seorang ilmuwan terlibat dengan etika dan moral; ketiga, dengan adanya implikasi yang begitu luas terhadap kehidupan umat manusia, timbul pula permasalahan akan makna ilmu itu sendiri sebagai sesuatu yang membawa kemajuan atau malah sebaliknya (Untuk ini lihat pula Peursen, 1989:1). Filsafat ilmu pengetahuan (theory of knowledge) dimana logika, bahasa, matematika termasuk menjadi bagiannya lahir pada abad ke-18. Dalam filasfat ilmu pengetahuan diselidiki apa yang menjadi sumber pengetahuan, seperti pengalaman (indera), akal (verstand), budi (vernunft) dan intuisi. Diselidiki pula arti evidensi serta syarat-syarat untuk mencapai pengetahuan ilmiah, batas validitasnya dalam menjangkau apa yang disebut sebagai kenyataan atau kebenaran itu (Koento Wibisono, 1988: 5). Dari sini lantas muncul teori empirisme (John Lock), rasionalisme (Rene Descartes), Kritisisme (Immanuel Kant). Posisitivisme (Auguste Comte), fenomenologi (Husserl), Konstruktivisme (Feyeraband) dan seterusnya. Sejalan dengan itu, masing-masing aliran ini atau disebut juga school of thought, memiliki metodenya sendiri-sendiri, sehingga metodologi menjadi bagian yang sangat menarik perhatian. Filsafat ilmu sebagai kelanjutan dari perkembangan filsafat pengetahuan, adalah juga merupakan cabang filasafat. Ilmu yang objek sasarannya adalah ilmu, atau secara populer disebut dengan ilmu tentang ilmu. (Koento Wibisono, 1988 : 6). Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahap sekarang ini filsafat ilmu juga mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu, yang menyangkut juga etik dan heuristik, bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap arti dan makna bagi kehidupan umat manusia (Van Peursen, 1989: 96).